Monday, April 22, 2013

When God takes something from me


When God takes something from my grasp. He’s not punishing me, but merely opening my hands to receive something better.

Kata-kata ini menjadi mantra yang ajaib untuk membuat hatiku tenang ketika sesuatu terjadi tidak seperti yang saya harapkan.

Di antara teman-teman dan keluarga, saya dikenal sebagai orang yang selalu ‘kehilangan’.  Yang paling sering adalah kacamata dan handphone, sampai-sampai salah seorang teman bergurau, kalau seluruh kacamata dan handphone yang hilang bisa dikumpulkan lagi, saya pasti bisa buka toko. Saking seringnya kehilangan barang-barang ini, saya jadi lebih ‘pasrah’ kalau tidak bisa lagi menemukan kacamata atau handphoneku. Begitu juga ketika saya harus kehilangan barang-barang lain tanpa harapan untuk mendapatkannya kembali. 

Ketika barang-barang itu ‘diambil’ dari saya, Tuhan memberi saya kemampuan bersyukur untuk rejeki yang dia berikan yang membuat saya bisa mengganti barang-barang yang hilang. Hati yang bersyukur adalah anugerahNya, bukan hasil usaha saya sendiri.  

Bukan hanya kehilangan barang saja yang pernah saya alami. Dua tahun lalu saya kehilangan seorang adik laki-laki yang meninggal setelah menderita sakit cukup lama. Sedih? Sangat. Kecewa ? Ya. Sudah cukup banyak usaha yang kami sekeluarga lsayakan untuk pengobatan adikku, mulai dari yang medis sampai non medis. Doa-doa tidak berhenti dipanjatkan setiap hari untuk kesembuhan adikku. Dan yang terjadi? Dia tidak hanya dibebaskan dari segala sakitnya, tetapi juga dibebas tugaskan dari dunia untuk kembali kepada Bapa di Surga.  Waktu yang cukup panjang ketika mendampinginya selama sakit, terasa tidak cukup untuk mempersiapkan kami menghadapi kepergiannya. Tetapi kemudian saya melihat banyak berita bencana dan kemalangan di televisi dan betapa banyak orang yang kehilangan orang-orang yang mereka cintai dalam sekejap mata, tanpa sempat mengatakan ‘sampai jumpa lagi’. Saya jadi bersyukur diberi kesempatan untuk bersama adik saya ketika dia sakit sampai saat terakhirnya dan membuat dia tahu bahwa saya mencintainya. 

Ketika Tuhan ‘mengambil’ adik saya, Dia memberi saya kemampuan untuk lebih menghargai kehidupan dan kasih sayang keluarga. Kemampuan untuk mencintai adalah anugerahNya, bukan hasil usaha saya sendiri.

Kehilangan lain yang sering saya alami juga adalah kehilangan kesempatan. Sedih? Kecewa? Marah? Ya. Ya. Ya. Juga rasa takut seandainya keadaan tidak membaik dan malah semakin buruk. Saya sendiri sering tidak mengerti bagaimana saya bisa melalui semuanya dan tetap berdiri tegak. Melihat kembali ke belakang, saya menyadari bahwa Tangan Tuhan bekerja dalam segala sesuatu. Dia membuka pintu-pintu yang tertutup, membersihkan jalan-jalan yang berbatu, menenangkan badai, menyeimbangkan perahu yang oleng, Tuhan memang tidak melenyapkan kesulitan dari hidup saya, tetapi Dia membuat saya mampu menghadapinya dengan tenang. 

Ketika saya kehilangan kesempatan, Tuhan memberi saya kemampuan untuk merasa tenang, menyadari penyertaan dan penyelenggaraanNya yang tiada henti dalam hidup saya. Kesadaran akan penyertaan dan penyelenggaraan Tuhan adalah anugerahNya, bukan hasil usaha saya sendiri.

Sekarang, dengan rendah hati saya dapat berkata, “Ketika Tuhan mengambil sesuatu dari tanganku, Dia membuatku menjadi menjadi manusia yang lebih baik, mengenal Dia lebih baik, dan mencintai Dia lebih baik lagi.” 


No comments:

Post a Comment