Friday, December 23, 2011

Melihat Wajah Allah

Diakhir tahun 1980'an Ekuador dilanda krisis ekonomi berat. Lalu, dalam waktu bersamaan, terserang epidemi wabah kolera massal. Seakan masih kurang, bencana alam silih-berganti memporakporandakan desa-desa maupun kota-kota di negara itu. PBB dan organisasi dunia lainnya merespon dengan membawakan persediaan jagung, produk-produk kedelai, susu, buah-buahan, tortilla (makanan dari tepung jagung), beras dan kacang-kacangan.


Seorang fotografer berita terkenal mengambil posisi di suatu jalan utama dimana orang-orang sakit, yang kelaparan, yang sudah letih lesu saling berbaris menunggu pembagian makanan. Ia sudah terlatih untuk mengawasi hal-hal kecil dan situasi umumnya yang sedang berkembang.

Ia tertarik pada seorang gadis -- kurus kering dan dekil, berusia sekitar 9 atau 10 tahun. Diamatinya, selagi gadis ini dengan sabar mengantri, matanya selalu tertuju pada tiga anak lain lagi yang saling erat berjongkok di bawah sebuah pohon besar, memayungi diri dan menghindar dari terik panas matahari. Dua bocah laki-laki, berumur 5 dan 7, saling menggandeng seorang gadis kecil sekitar 3 tahun.

 

Karena perhatiannya teralihkan, gadis itu tidak melihat bahwa pekerja-pekerja sosial itu sedang kehabisan persediaan makanan. Jantung sang fotografer itu berdetak keras. Kameranya juga sudah siap.


Setelah berjam-jam terjemur di bawah matahari, gadis kecil itu akhirnya mendapatkan giliran dilayani. Yang ia terima cuma sebuah pisang. Tetapi, reaksinya begitu memukau dan seakan melumpuhkan sang fotografer tersebut.

 

Pertama, wajahnya menyala, bersinar dalam sebuah senyum begitu manis. Ia menerima pisang itu dan membungkuk pada pekerja sosialnya. Lalu cepat-cepat ia berlari menuju ketiga anak kecil di bawah pohon tadi. Dengan amat hati-hati ia mengupas kulitnya, membaginya rata dalam 3 potong dan dengan hati-hati sekali, ditaruhnya masing-masing ke dalam tangan tiap anak. Bersama-sama mereka menundukkan kepala dan berdoa mengucap syukur. Lalu, perlahan-lahan mereka memakan potongan pisang, benar-benar menikmati setiap gigitannya, sedangkan gadis tertua itu mengisap kulit pisangnya.


Fotografer itu terdiam seribu bahasa. Tak tertahan lagi, ia mulai menangis tersedu-sedu, lupa sama sekali akan kameranya dan akan tujuan utama ia hadir disana. Belakangan, setelah sadar kembali, ia bertutur bahwa ketika sedang mengamati gadis itu, ia melihat wajah Allah bersinar. Ia sempat mengintip secuil kecil Kerajaan Allah dalam wajah dan tindakan-tindakan seorang gadis miskin jalanan yang begitu kaya dalam kemurahan hati, cinta kasih dan  kepedulian. 




Wednesday, December 21, 2011

Wonderful Mother



God made a wonderful mother,
A mother whose love never grows old;
He made her smile of the sunshine,
And He moulded her heart of pure gold;
In her eyes He placed bright shining stars,
In her cheeks fair roses you see;
He gave that dear mother to me
by Pat O'Reilly


Sunday, December 18, 2011

Early Morning in Tahuna - Sangihe Island







Kisah Cangkir yang Cantik

 

Sepasang kakek-nenek memasuki sebuah toko souvenir untuk mencari hadiah ulang tahun untuk cucu mereka. Kemudian mata mereka tertuju pada sebuah cangkir yang cantik. "Lihat cangkir yang cantik itu," kata si nenek pada suaminya. "Kau benar, inilah cangkir tercantik yang pernah aku lihat," ujar si kakek. 

Saat mereka mendekati cangkir itu, tiba-tiba cangkir tersebut berbicara, "Terima kasih untuk perhatiannya, perlu diketahui bahwa aku dulunya tidak cantik. Sebelum menjadi cangkir yang dikagumi, aku hanyalah seonggok tanah liat yang tidak berguna. Namun suatu hari ada  seorang pengrajin dengan tangan  kotor melempar aku ke sebuah roda berputar. Kemudian ia mulai memutar-mutar aku hingga aku merasa pusing.

Stop ! Stop ! Aku berteriak. Tetapi orang itu berkata, 'Belum !' Lalu ia mulai menyodok dan meninjuku  berulang-ulang. Stop ! Stop ! teriakku lagi. Tapi orang ini  masih saja meninjuku, tanpa menghiraukan teriakanku. Bahkan lebih buruk lagi ia memasukkan aku ke dalam perapian. “Panas  ! Panas !” Teriakku dengan keras. “Stop ! Cukup !” teriakku lagi.Tapi orang ini berkata, “Belum !”

Akhirnya ia mengangkat aku dari perapian itu dan membiarkan aku sampai dingin. Aku pikir, selesailah penderitaanku. Oh ternyata belum. Setelah dingin aku diberikan kepada seorang wanita muda dan ia mulai mewarnai aku. Asapnya begitu memualkan. “Stop ! Stop !”  Aku berteriak. Orang itu  berkata, 'Belum !' Lalu ia memberikan aku kepada seorang pria dan ia memasukkan  aku lagi ke perapian yang lebih panas dari sebelumnya. “Tolong ! Hentikan penyiksaan ini !” Sambil menangis aku berteriak sekuat-kuatnya.Tapi orang ini tidak peduli dengan teriakanku. Ia  terus membakarku.

Setelah puas "menyiksaku" kini aku dibiarkan dingin. Setelah benar-benar dingin  seorang wanita cantik mengangkatku dan menempatkan aku dekat  kaca. Aku melihat diriku. Aku terkejut sekali. Aku hampir tidak percaya, karena di hadapanku berdiri sebuah cangkir yang begitu cantik. Semua kesakitan dan penderitaanku yang lalu menjadi sirna tatkala  kulihat diriku.

Renungan :

Seperti inilah Tuhan membentuk kita. Pada saat Tuhan membentuk kita, keadaan tidak selalu menyenangkan. Seringkali terasa sakit, penuh penderitaan, dan banyak air mata. Tetapi inilah satu-satunya cara bagi-Nya untuk mengubah kita supaya menjadi 'cantik' dan memancarkan Kemuliaan-Nya.

Bila anda sedang menghadapi ujian hidup, jangan kecil hati, karena Tuhan sedang membentuk anda. Bentukan-bentukan ini memang menyakitkan tetapi setelah semua proses itu selesai. Anda  akan melihat betapa cantiknya Tuhan membentuk anda.