Thursday, May 9, 2013

Cerita Buku : The Proposing Tree (Pohon Lamaran)


Judul Asli : The Proposing Tree
Penulis : James F. Twyman
Tebal : 161 halaman
Penerbit : Serambi Ilmu Semesta 

Suatu hari, seorang anak lelaki kecil asyik bermain di batang-batang pohon ek tua yang tumbuh di sudut Jalan Nomor Dua dan Jalan Windsor, Los Angeles. Dalam keasyikannya bergelayut di antara batang-batang pohon, tangan kecilnya menemukan ’paket’ terbungkus plastik yang berisi sebuah buku harian yang dijilid dengan jahitan tangan. Judul yang tertulis di sampul buku itu : ”Pohon Lamaran. Oleh Frederick James” Buku itu diberikan si lelaki cilik pada ibunya. Dari buku harian itu mengalirlah kisah cinta sang penulis, Frederick, dan Carolyn. Sebuah kisah tentang pencarian cinta sejati yang penuh liku, sarat akan dinamika cinta sekaligus sangat romantis.

========== ***** ==========

Frederick muda hijrah dari kota asalnya di Peoria, Illionis menuju Los Angeles untuk mencoba mengembangkan bakatnya sebagai penulis. Frederick memulai karirnya dengan menulis essai dan cerita pendek. Dalam waktu 2 tahun ia berhasil mengembangkan karirnya dengan menulis 2 buah buku yang walaupun tidak sukses besar secara komersial tetapi cukup diminati dan mempunyai pembaca setia. Carolyn, seorang bintang yang sedang naik daun di komunitas seni Los Angeles, adalah salah satu dari penggemar fanatik Frederick.

Frederick dan Carolyn bertemu bertama kali pada tahun 1959 di sebuah restoran di sudut Jalan Wilshire dan Normandy. Saat itulah, Frederick merasakan ’cinta pada pandangan pertama’ terhadap Carolyn. ”Aku jatuh cinta padanya seakan-akan belum pernah jatuh cinta sebelumnya” (hal. 21). Mereka berdua menjalin persahabatan yang hangat namun Frederick tetap menyembunyikan perasaan cintanya pada Carolyn.

Tahun 1960, itulah saat pertama kali mereka menemukan sebuah pohon besar yang indah di sudut Jalan Nomor Dua dan Jalan Windsor, ’sebuah pohon ek yang bundar dan kuat dengan cabang-cabang yang berbulu selembut awan, hijau dan rimbun sedangkan bagian bawahnya lebih mirip tiga batang daripada satu batang, saling melilit dan jalin-menjalin satu sama lain sebelum akhirnya sama-sama menyatu sebagai sebuah kehidupan yang besar” (hal. 9). Saat itu, seperti dipenuhi kekuatan magis pohon tua itu, Carolyn berkata kepada Frederick, ”Aku punya mimpi di lamar di bawah pohon ini. Khususnya di hari seperti ini dengan hembusan angin yang lembut dan langit yang biru” (hal. 25).

Carolyn mengajak Frederick untuk berlatih lamaran di bawah pohon yang kemudian mereka beri nama sebagai Pohon Lamaran. Frederick berlatih untuk mengajukan lamaran dan Carolyn berlatih untuk mengatakan ”Ya”. ”Kumohon, lamarlah aku. Aku berjanji akan berpura-pura ini sungguhan, seakan-akan kaulah yan kucari seumur hidupku, seolah-olah kau adalah orang yang akan kuberi hati dan jiwaku selama kita berdua hidup, dan aku berjanji tidak akan tertawa.” (hal. 28). Namun, Carolyn tidak pernah tahu bahwa kata-kata lamaran yang diucapkan Frederick adalah murni ungkapan hatinya yang yang selama ini selalu disembunyikan.
Kekasihku, hatiku dibanjiri perasaan yang tak akan pernah bisa dimengerti pikiranku. Saat kita bertemu aku mati hanya untuk lahir kembali saat kau menggapai dan menyelamatkan hidupku. Setiap saat dalam keanggunanmu seperti kasih sayang sepanjang hidup, dan aku telah sepenuhnya melupakan dunia seperti apa sebelum kau datang. Aku telah melupakan siapa diriku, siapa namaku, atau di mana aku saat tak berada dalam pelukanmu. Sayang, aku tak sanggup melihat ke arah di mana dirimu tiada. Aku mampu tak bergerak sama sekali, tetap diam dengan sempurna hingga kita dipersatukan dalam rangkulan surgawi yang tak mengenal waktu, tak mengenal perpisahan, dan tiada ruang yang ada di antara bentuk-bentuk duniawi ini. Menikahlah denganku, Carolyn. Katakan kau mau menjadi istriku, sekarang dan selamanya. (hal. 29)
Berlatih di bawah Pohon Lamaran menjadi sebuah ritual bagi mereka selama bertahun-tahun. Dan setiap kali Frederick harus mengulang kata-kata yang sama, ia menyembunyikan rasa pedih di hatinya karena Carolyn hanya menggangapnya sebagai bagian dari latihan. ”Paling tidak aku telah mengucapkan kata-kata itu walaupun dia tidak pernah benar-benar mendengarnya.” (hal. 31).

Tiga tahun kemudian, untuk pertama kalinya Frederick mendapat kesempatan untuk mengungkapkan perasaan hatinya kepada Carolyn … ”Kau lihat, terkadang aku lupa bahwa aku tidak sedang jatuh cinta padamu. Terkadang aku lupa bahwa kau tidak akan pernah merasakan cinta yang kurasakan (hal. 43) Sayangnya cinta yang dirasakan Frederick bertepuk sebelah tangan. ”Aku mencintaimu Frederick, tapi kau bukanlah ’Orang yang Tepat’ dan kita berdua tahu itu ..” (hal. 42) Sebuah kesalahpahaman menjadikan pertemuan mereka hari itu berakhir dengan perselisihan yang yang membuat keduanya tidak saling bertemu selama beberapa tahun.

Pertemuan mereka kembali terjadi di malam Natal tiga tahun kemudian, di sebuah toko buku tempat Frederick menggelar tour promosi untuk buku barunya yang menjadi best-seller. Ikatan itu ternyata tidak retak dan persahabatan mereka kembali seperti sedia kala. Dan mereka tetap melanjutkan ritual di bawah Pohon Lamaran. Tapi Frederick tidak lagi membicarakan tentang perasaannya cintanya.

Frederick mengajak Carolyn ikut dalam tour promosi bukunya di London. Dalam sebuah tour promosi buku di sebuah Gereja, Carolyn bertemu dengan Colin Church, seorang bintang rock terkenal. Keduanya langsung menjadi akrab dan jelas bahwa mereka saling jatuh cinta. Meskipun awalnya sempat merasa cemburu, akhirnya Frederick bisa menerima kehdiran Colin bahkan membantunya untuk mendapatkan Carolyn.

Collin akhirnya melamar Carolyn di bawah Pohon Lamaran, persis seperti yang diimpikan Carolyn, dengan Frederick sebagai saksi mereka. Keesokan harinya, Frederick pergi meninggalkan Los Angeles untuk memulai kehidupan baru di New York. ”Saatnya telah tiba bagiku untuk pergi dan memberi mereka saat kemuliaan.” (hal. 103). Persahabatan yang hangat dan akrab tetap terjalin antara Frederick, Carolyn dan Colin.

Tahun 1978, dalam sebuah perjalanan ke Argentina, Frederick bertemu dengan Florencia, perempuan yang menyelamatkannya dari kesedihan akibat patah hati. Perempuan yang ia yakin ditakdirkan untuk menikah dengannya, yang mengisi hatinya dengan kebahagiaan sejati dan mengubah hidupnya selamanya. Frederick berusia 55 tahun ketika akhirnya menemukan cinta yang telah lama ditunggu-tunggu.”Inilah rasanya. Inilah artinya mencintai seorang perempuan yang juga mencintaiku. (hal. 117).

Setelah mengarungi 18 tahun kehidupan pernikahan yanng bahagia, badai datang dalam kehidupan Carolyn bersama dengan berita kematian Colin akibat kecelakaan mobil. Frederick segera terbang ke Los Angeles untuk mendampingi Carolyn mengatasi kesedihannya dan memulihkan diri. Pada saat-saat itulah, Carolyn mulai menyadari perasaan cintanya pada Frederick … ”kau dan aku telah berbicara tentang belahan jiwa selama bertahun-tahun dan sekarang aku menyadari bahwa itulah kita … aku telah mencintaimu seumur hidupku tanpa menyadarinya” (hal. 137). Malam sebelum Frederick kembali ke New York, mereka bertemu kembali di bawah Pohon Lamaran untuk melakukan ritual yang dulu biasa mereka lakukan. Hanya saja kali ini, mereka akan bertukar peran. ”Kaulah yang selalu melamar di sini … dan sekarang aku mmbutuhkanmu untuk mendengarkanku. Aku ingin menukar peran itu, sekali ini saja. Biarlah aku mengutarakan padamu kata-kata yang bisa membebaskan kita berdua. Izinkan aku memandang ke dalam matamu dan memintamu untuk menjadi milikku selamanya.” (hal. 138)

Ketika Carolyn akhirnya mengungkapkan kata-kata cinta yang begitu dirindukan Frederick selama puluhan tahun, perasaannya terombang-ambing antara dua perempuan yang sama-sama sangat dicintainya, Florencia dan Carolyn. Frederick tahu bahwa dirinya tidak akan pernah meninggalkan Florencia tak peduli betapa dalam dirinya mencintai Carolyn. Akhirnya Frederick kembali ke New York, kepada kehidupan bahagianya bersama Florencia, tetapi persahabatannya dengan Carolyn tetap terjalin erat.

Sebuah kejadian di tahun 1999 mengubah kehidupan Fredercik selamanya dan menunjukkan jalan menuju belahan jiwa dan cinta sejatinya. Pada bulan Maret tahun itu, Florencia meninggal akibat kanker payudara. Carolyn datang dari Los Angeles untuk mendampingi dan menghibur Frederick. Setelah beberapa bulan berlalu, Frederick akhirnya memutuskan untuk kembali ke Los Angeles karena tetap tinggal di New York menorehkan banyak kenangan akan saat-saat indah dan bahagianya bersama Florencia. Frederick tidak memberitahukan kedatangannya ke Los Angeles kepada Carolyn tetapi ia tahu Carolyn sudah pindah ke sebuah kondominium yang hanya berjarak beberapa langkah dari Pohon Lamaran.

Empat puluh tahun sudah berlalu sejak pertama kali Frederick dan Carolyn bertemu di restoran di Los Angeles dan begitu banyak yang telah terjadi sejak saat itu yang mendekatkan lalu memisahkan mereka. Malam itu mereka bertemu kembali di bawah Pohon Lamaran untuk menuntaskan sebuah lamaran terakhir. Saat itulah, untuk pertama kalinya mereka berdiri di bawah Pohon Lamaran tetapi tidak untuk saling melamar. Tak sepatah kata mampu terucapkan ketika dua insan meresapi kesadaran dan pemahaman akan cinta sejati.

”Cinta adalah kebajikan yang menakjubkan. Itulah yang kita miliki dan kita butuhkan.”



No comments:

Post a Comment