Judul Asli : The Proposing Tree
Penulis : James F. Twyman
Tebal : 161 halaman
Penerbit : Serambi Ilmu Semesta
Suatu hari, seorang anak lelaki kecil asyik bermain di
batang-batang pohon ek tua yang tumbuh di sudut Jalan Nomor Dua dan Jalan
Windsor, Los Angeles. Dalam keasyikannya bergelayut di antara batang-batang
pohon, tangan kecilnya menemukan ’paket’ terbungkus plastik yang berisi
sebuah buku harian yang dijilid dengan jahitan tangan. Judul yang tertulis di
sampul buku itu : ”Pohon Lamaran. Oleh Frederick James” Buku
itu diberikan si lelaki cilik pada ibunya. Dari buku harian itu mengalirlah kisah
cinta sang penulis, Frederick, dan Carolyn. Sebuah kisah tentang pencarian
cinta sejati yang penuh liku, sarat akan dinamika cinta sekaligus sangat
romantis.
========== ***** ==========
Frederick muda hijrah dari kota asalnya di Peoria,
Illionis menuju Los Angeles untuk mencoba mengembangkan bakatnya sebagai
penulis. Frederick memulai karirnya dengan menulis essai dan cerita pendek.
Dalam waktu 2 tahun ia berhasil mengembangkan karirnya dengan menulis 2 buah
buku yang walaupun tidak sukses besar secara komersial tetapi cukup diminati
dan mempunyai pembaca setia. Carolyn, seorang bintang yang sedang naik daun di
komunitas seni Los Angeles, adalah salah satu dari penggemar fanatik Frederick.
Frederick dan Carolyn bertemu bertama kali pada tahun
1959 di sebuah restoran di sudut Jalan Wilshire dan Normandy. Saat itulah,
Frederick merasakan ’cinta pada pandangan pertama’ terhadap Carolyn. ”Aku
jatuh cinta padanya seakan-akan belum pernah jatuh cinta sebelumnya” (hal.
21). Mereka berdua menjalin persahabatan yang hangat namun Frederick
tetap menyembunyikan perasaan cintanya pada Carolyn.
Tahun 1960, itulah saat pertama kali mereka menemukan
sebuah pohon besar yang indah di sudut Jalan Nomor Dua dan Jalan Windsor, ’sebuah
pohon ek yang bundar dan kuat dengan cabang-cabang yang berbulu selembut awan,
hijau dan rimbun sedangkan bagian bawahnya lebih mirip tiga batang daripada
satu batang, saling melilit dan jalin-menjalin satu sama lain sebelum akhirnya
sama-sama menyatu sebagai sebuah kehidupan yang besar” (hal. 9). Saat itu,
seperti dipenuhi kekuatan magis pohon tua itu, Carolyn berkata kepada
Frederick, ”Aku punya mimpi di lamar di bawah pohon ini. Khususnya di
hari seperti ini dengan hembusan angin yang lembut dan langit yang biru” (hal.
25).
Carolyn mengajak Frederick untuk berlatih lamaran di
bawah pohon yang kemudian mereka beri nama sebagai Pohon Lamaran. Frederick
berlatih untuk mengajukan lamaran dan Carolyn berlatih untuk mengatakan ”Ya”.
”Kumohon, lamarlah aku. Aku berjanji akan berpura-pura ini sungguhan,
seakan-akan kaulah yan kucari seumur hidupku, seolah-olah kau adalah orang yang
akan kuberi hati dan jiwaku selama kita berdua hidup, dan aku berjanji tidak
akan tertawa.” (hal. 28). Namun, Carolyn tidak pernah tahu bahwa kata-kata
lamaran yang diucapkan Frederick adalah murni ungkapan hatinya yang yang selama
ini selalu disembunyikan.
Kekasihku, hatiku dibanjiri perasaan yang tak akan pernah bisa dimengerti pikiranku. Saat kita bertemu aku mati hanya untuk lahir kembali saat kau menggapai dan menyelamatkan hidupku. Setiap saat dalam keanggunanmu seperti kasih sayang sepanjang hidup, dan aku telah sepenuhnya melupakan dunia seperti apa sebelum kau datang. Aku telah melupakan siapa diriku, siapa namaku, atau di mana aku saat tak berada dalam pelukanmu. Sayang, aku tak sanggup melihat ke arah di mana dirimu tiada. Aku mampu tak bergerak sama sekali, tetap diam dengan sempurna hingga kita dipersatukan dalam rangkulan surgawi yang tak mengenal waktu, tak mengenal perpisahan, dan tiada ruang yang ada di antara bentuk-bentuk duniawi ini. Menikahlah denganku, Carolyn. Katakan kau mau menjadi istriku, sekarang dan selamanya. (hal. 29)
Berlatih di bawah Pohon Lamaran menjadi sebuah ritual
bagi mereka selama bertahun-tahun. Dan setiap kali Frederick harus mengulang
kata-kata yang sama, ia menyembunyikan rasa pedih di hatinya karena Carolyn
hanya menggangapnya sebagai bagian dari latihan. ”Paling tidak aku
telah mengucapkan kata-kata itu walaupun dia tidak pernah benar-benar
mendengarnya.” (hal. 31).
Tiga tahun kemudian, untuk pertama kalinya Frederick
mendapat kesempatan untuk mengungkapkan perasaan hatinya kepada Carolyn … ”Kau
lihat, terkadang aku lupa bahwa aku tidak sedang jatuh cinta padamu. Terkadang
aku lupa bahwa kau tidak akan pernah merasakan cinta yang kurasakan (hal.
43) Sayangnya cinta yang dirasakan Frederick bertepuk sebelah tangan. ”Aku
mencintaimu Frederick, tapi kau bukanlah ’Orang yang Tepat’ dan kita
berdua tahu itu ..” (hal. 42) Sebuah kesalahpahaman menjadikan
pertemuan mereka hari itu berakhir dengan perselisihan yang yang membuat
keduanya tidak saling bertemu selama beberapa tahun.
Pertemuan mereka kembali terjadi di malam Natal tiga
tahun kemudian, di sebuah toko buku tempat Frederick menggelar tour promosi
untuk buku barunya yang menjadi best-seller. Ikatan itu ternyata tidak retak
dan persahabatan mereka kembali seperti sedia kala. Dan mereka tetap
melanjutkan ritual di bawah Pohon Lamaran. Tapi Frederick tidak lagi
membicarakan tentang perasaannya cintanya.
Frederick mengajak Carolyn ikut dalam tour promosi
bukunya di London. Dalam sebuah tour promosi buku di sebuah Gereja, Carolyn
bertemu dengan Colin Church, seorang bintang rock terkenal. Keduanya langsung
menjadi akrab dan jelas bahwa mereka saling jatuh cinta. Meskipun awalnya
sempat merasa cemburu, akhirnya Frederick bisa menerima kehdiran Colin bahkan
membantunya untuk mendapatkan Carolyn.
Collin akhirnya melamar Carolyn di bawah Pohon
Lamaran, persis seperti yang diimpikan Carolyn, dengan Frederick sebagai saksi
mereka. Keesokan harinya, Frederick pergi meninggalkan Los Angeles untuk
memulai kehidupan baru di New York. ”Saatnya telah tiba bagiku untuk
pergi dan memberi mereka saat kemuliaan.” (hal. 103). Persahabatan
yang hangat dan akrab tetap terjalin antara Frederick, Carolyn dan Colin.
Tahun 1978, dalam sebuah perjalanan ke Argentina,
Frederick bertemu dengan Florencia, perempuan yang menyelamatkannya dari kesedihan
akibat patah hati. Perempuan yang ia yakin ditakdirkan untuk menikah dengannya,
yang mengisi hatinya dengan kebahagiaan sejati dan mengubah hidupnya selamanya.
Frederick berusia 55 tahun ketika akhirnya menemukan cinta yang telah lama
ditunggu-tunggu.”Inilah rasanya. Inilah artinya mencintai seorang perempuan
yang juga mencintaiku. (hal. 117).
Setelah mengarungi 18 tahun kehidupan pernikahan yanng
bahagia, badai datang dalam kehidupan Carolyn bersama dengan berita kematian
Colin akibat kecelakaan mobil. Frederick segera terbang ke Los Angeles untuk
mendampingi Carolyn mengatasi kesedihannya dan memulihkan diri. Pada saat-saat
itulah, Carolyn mulai menyadari perasaan cintanya pada Frederick … ”kau
dan aku telah berbicara tentang belahan jiwa selama bertahun-tahun dan sekarang
aku menyadari bahwa itulah kita … aku telah mencintaimu seumur
hidupku tanpa menyadarinya” (hal. 137). Malam sebelum Frederick
kembali ke New York, mereka bertemu kembali di bawah Pohon Lamaran untuk
melakukan ritual yang dulu biasa mereka lakukan. Hanya saja kali ini, mereka
akan bertukar peran. ”Kaulah yang selalu melamar di sini … dan sekarang aku
mmbutuhkanmu untuk mendengarkanku. Aku ingin menukar peran itu, sekali ini
saja. Biarlah aku mengutarakan padamu kata-kata yang bisa membebaskan kita
berdua. Izinkan aku memandang ke dalam matamu dan memintamu untuk menjadi
milikku selamanya.” (hal. 138)
Ketika Carolyn akhirnya mengungkapkan kata-kata cinta
yang begitu dirindukan Frederick selama puluhan tahun, perasaannya terombang-ambing
antara dua perempuan yang sama-sama sangat dicintainya, Florencia dan Carolyn.
Frederick tahu bahwa dirinya tidak akan pernah meninggalkan Florencia tak
peduli betapa dalam dirinya mencintai Carolyn. Akhirnya Frederick kembali ke
New York, kepada kehidupan bahagianya bersama Florencia, tetapi persahabatannya
dengan Carolyn tetap terjalin erat.
Sebuah kejadian di tahun 1999 mengubah kehidupan
Fredercik selamanya dan menunjukkan jalan menuju belahan jiwa dan cinta
sejatinya. Pada bulan Maret tahun itu, Florencia meninggal akibat kanker
payudara. Carolyn datang dari Los Angeles untuk mendampingi dan menghibur
Frederick. Setelah beberapa bulan berlalu, Frederick akhirnya memutuskan untuk
kembali ke Los Angeles karena tetap tinggal di New York menorehkan banyak
kenangan akan saat-saat indah dan bahagianya bersama Florencia. Frederick tidak
memberitahukan kedatangannya ke Los Angeles kepada Carolyn tetapi ia tahu
Carolyn sudah pindah ke sebuah kondominium yang hanya berjarak beberapa langkah
dari Pohon Lamaran.
Empat puluh tahun sudah berlalu sejak pertama kali
Frederick dan Carolyn bertemu di restoran di Los Angeles dan begitu banyak yang
telah terjadi sejak saat itu yang mendekatkan lalu memisahkan mereka. Malam itu
mereka bertemu kembali di bawah Pohon Lamaran untuk menuntaskan sebuah lamaran
terakhir. Saat itulah, untuk pertama kalinya mereka berdiri di bawah Pohon
Lamaran tetapi tidak untuk saling melamar. Tak sepatah kata mampu terucapkan
ketika dua insan meresapi kesadaran dan pemahaman akan cinta sejati.
”Cinta adalah kebajikan yang menakjubkan. Itulah yang
kita miliki dan kita butuhkan.”